KAYFIYYAH DAN KAMMIYAH ISTIKHĀRAH

Dokumentasi kajian keislaman pengurus pmii komisariat stiuda bangkalan

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي المَوَالِي، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنَ القُرْآنِ، يَقُولُ: " إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ العَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلَّامُ الغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي - أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ - فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي، ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي - أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ - فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ، وَاقْدُرْ لِي الخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ أَرْضِنِي " قَالَ: «وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ» رواه البخاري في صحيحه

Artinya: Jābir ibn ‘Abdullāh berkata, “Rasulullah mengajari kami istikhārah dalam segala urusan sebagaimana mengajari kami surah dalam al-Qur’an. Nabi bersabda, ‘Jika kalian hendak melakukan sesuatu, maka salat sunnahlah dua rakaat kemudian membaca doa, ‘Ya Allah aku meminta pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu; aku meminta takdir dengan kakuasaan-Mu; serta aku meminta karunia-Mu yang begitu besar, karena engkaulah Yang Maha Kuasa, sedangkan aku tidak memiliki kuasa; engkau Maha Tahu, sedangkan aku tidak mengetahui, dan engkau Maha Mengetahui perkara gaib.

Ya Allah, jika engkau mengetahui ada kebaikan dalam perkara ini (sebutkan perkara yang di-istikhārah-kan di sini) bagiku dalam agama, kehidupan dan akhiratku—atau di dunia dan akhirat—maka takdirkan dan mudahkanlah perkara itu serta berkahilah aku di dalamnya. Dan jika engkau mengetahui keburukan dalam perkara ini (sebutkan perkara yang di-istikhārah-kan di sini) bagiku dalam agama, kehidupan dan akhiratku—atau di dunia dan akhirat—maka palingkanlah itu dariku, dan palingkanlah aku darinya. Takdirkanlah kebaikan kepadaku di mana pun aku berada kemudian jadikanlah aku rela terhadap perkara itu.’”

Kayfiyyah adalah tatacara, sedangkan kammiyah adalah jumlah. Dalam tulisan ini, kedua-duanya akan dikaitkan dengan pembahasan seputar istikhārah. Secara bahasa, istikhārah berasal dari kata "خار" yang bermakna leksikal ‘memilih yang baik’. Kata tersebut kemudian diikutkan pada wazan lain yang sudah diberi tambahan huruf, yaitu wazan "استفعل" yang bermakna permintaan atau ṭalab. Karena diikutkan pada wazan itu, maka makna dari istikhārah adalah ‘meminta pilihan yang baik’. Adapun secara istilah, istikhārah bisa didefinisikan dengan meminta pilihan kepada Allah dengan shalat dan doa khusus atau doa saja tanpa shalat.

Ada beberapa pertanyaan ontologis, epistemologis dan aksiologis berhubungan dengan istikhārah ini. Antara lain, apa hakikat istikhārah? Bagaimana tatacara istikhārah? Apa manfaat istikhārah? Apa tanda-tanda/ sinyal yang diberi Allah pasca istikhārah? Perkara apa saja yang bisa di-istikhārah-kan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijawab pada paragraf-paragraf di bawah ini.

Apa hakikat istikhārah? Sebelum masuk lebih dalam, pengertian istikhārah akan dibahas dahulu karena menghukumi sesuatu merupakan cabang dari taṣawwur (gambaran) tentang perkara itu sendiri. Pertanyaan ini sudah dijabarkan di paragraf pertama. Yang perlu dicetak miring di sini ialah istikhārah bukan hanya bermakna shalat. Doa di atas saja bisa lakukan, jika berhalangan melakukan shalat sebagaimana keterangan Imam al-Nawawī ( w. 676 H.)

Berikutnya bagaimana tatacara istikhārah? Dalam al-Adhkār, Imam al-Nawawī ( w. 676 H.) menuturkan bahwa istikhārah bisa dilakukan dengan doa saja atau dengan shalat ditambah doa setelahnya. Doa istikhārah sebagaimana yang tertulis dalam hadis di atas. Lebih lanjut, menurut beliau, seseorang yang melakukan istikhārah tidak harus mendirikan shalat khusus. Bahkan shalat sunnah yang lain semisal sunnah rawātib (qabliyah dan ba’diyah) dan sunnah taḥiyyatal-masjid bisa untuk dijadikan shalat istikhārah, asalkan disertai dengan niat istikhārah. Intinya salat istikhārah merupakan shalat sunnah dua rakaat selain shalat wajib. Boleh mendirikan shalat khusus atau menggunakan media shalat sunnah lain. Selain itu, menurut al-‘Aẓīm Ābādī dalam ‘Awn al-Ma‘būd shalat istikhārah boleh ditunaikan di waktu apa saja asalkan bukan waktu-waktu yang dilarang, tidak harus dilaksanakan malam hari.

Menurut Imam al-Nawawī, pada rakaat pertama, hendaknya orang yang melaksanakan shalat membaca surah “al-Kāfirūn” dan membaca surah “al-Ikhlāṣ” di rakaat kedua.

Apa manfaat istikhārah? Mengutip pandangan Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī dalam Fatḥul Bārī, makna dari أَرْضِنِي ialah jadikalnah aku rela pada perkara yang di-istikhārah-kan sehingga orang yang ber-istikhārah tidak menyesal di kemudian hari atas pilihannya. Meskipun di awal-awal dia menyukai perkara itu, kemungkinan menyesal masih ada, maka doa yang dipanjatkan ingin menepis hal itu. Dia tidak mengetahui akibat pilihannya di kemudian hari, apakah akan membuatnya kesusahan atau sebaliknya? Tidak hanya itu, al-‘Aẓīm Ābādī dalam ‘Awn al-Ma‘būd menuturkan bahwa orang yang tengah istikhārah meminta yang terbaik antara dua perkara yang dibingungkannya berdasarkan ilmunya Allah.

Selain itu, Imam al-Nawawī ( w. 676 H.) menjabarkan setelah istikhārah, orang yang melaksanakannya akan memutuskan pilihan yang membuat hatinya gembira atau tentram. Jadi istikhārah juga bisa menentramkan hati yang kebingungan antara satu atau dua hal.

Apa tanda-tanda atau sinyal yang diberi Allah pasca istikhārah? Istikhārah itu semacam berembuk dan audiensi dengan Allah. Mengadu paling aman dan nyaman adalah mengadu pada Allah SWT. Dan janji-Nya bukan hanya isapan jempol belaka, tidak seperti janji kepala desa. Dalam hadis disebutkan bahwa ketika Nabi SAW disusahkan, dibingungkan, dan di-ruwet-kan oleh suatu perkara, maka ia cepat melaksanakan shalat. Agar tidak terlalu melebar, langsung saja, tanda istikhārah adakalanya berupa mimpi, kelapangan hati, dipermudahnya jalan menuju pilihan, dan yang terakhir ada petunjuk dari orang lain.

Keempat-empatnya merupakan jawaban dari istikhārah yang dilakukan. Dengan kata lain, jawaban Allah atas istikhārah seorang hamba tidak melulu berupa mimpi, ada media lain selain mimpi. Mimpi pun masih memiliki tiga spekulasi antara mimpi dari Allah, dari setan dan dari diri sendiri.

Pertanyaan terakhir ialah perkara apa saja yang bisa di-istikhārah-kan? Dalam hadis di atas disebutkan kata "فِي الأُمُورِ كُلِّهَا" dalam segala perkara. Jadi istikhārah bukan hanya perihal mencari jodoh seperti yang disangka sementara orang. Namun demikian, masih dari Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī dalam Fatḥul Bārī, lafal ini merupakan lafal umum, namun yang dikehendaki makna khusus. Lebih detailnya, tidak semua perkara bisa di-istikhārah-kan. Perkara yang tidak bisa ialah haram, makruh, sunnah, dan wajib. Perkara haram tidak di-istikhārah-kan dalam meninggalkannya, akan berzina atau tidak? Akan mencuri atau tidak? Sedangkan perkara sunnah, dan wajib tidak bisa di-istikhārah-kan dalam pelaksanaannya, apakah akan melaksanakan kewajiban atau tidak? Akan shalat lima waktu atau tidak?

Sehingga yang bisa di-istikhārah-kan di sini hanya perkara mubah. Selain mubah, menurut Ibn Ḥajar yang bisa di-istikhārah-kan ialah perkara sunnah dan wajib yang bersifat mukhayyar (diberi pilihan.). kalau keduanya tidak bersifat mukhayyar (diberi pilihan), maka tidak bisa di-istikhārah-kan. Tidak sampai di situ, masalah lain yang juga bisa di-istikhārah-kan ialah persoalan yang memiliki waktu luas.

Pada intinya, istikhārah mencakup perkara besar dan perkara yang remeh sekalipun. Sebab banyak hal remeh yang berakibat masif bagi kehidupan. Bukan hanya perihal dunia jodoh dan yang senada dengannya.



Penulis; INUL RIZKIY (Kordinator Keagamaan PK PMII STIUDA Cabang Bangkalan)





Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KAYFIYYAH DAN KAMMIYAH ISTIKHĀRAH" 1 Response to "KAYFIYYAH DAN KAMMIYAH ISTIKHĀRAH"

Posting Komentar

Tag Terpopuler