MABĀDI’ AL-`ASHRAH ILMU MANTIQ: SEPULUH PENGETAHUAN DASAR TENTANG ILMU MANTIQ

Potret Para Sahabat PMII STIUDA Saat Kajian Ilmu Mantiq

 

Sahabatliterasi.com– Para ulama biasanya mengenalkan mabādi’ al-`asyrah atau sepuluh pengetahuan dasar sebelum mengkaji disiplin ilmu tertentu, termasuk ilmu mantik ini. Sepuluh pengetahuan dasar itu ialah definisi ilmu yang dikaji, objek kajian, manfaat dan kegunaan, keutamaan, hubungan dengan ilmu yang lain, peletak dasar, nama, sumber pengambilan, hukum mempelajari, dan masalah-masalah yang dikaji dalam ilmu tersebut. Jadi sepuluh hal inilah yang dijabarkan oleh ulama kita sebelum masuk lebih dalam membahas suatu disiplin keilmuan.

Pertama, definisi ilmu mantik. Ilmu mantik adalah alat yang bersifat qānūn (undang-undang) yang jika dijaga akan menghindari pikiran dari kesalahan berpikir. Kata alat dalam definisi ini berkedudukan sebagai jenis yang mengeluarkan semua hal selain alat. Adapun yang bersifat qānūn membatasi jenis tadi dengan mengeluarkan alat yang tidak bersifat qānūn (undang-undang). Lalu batasan yang terakhir ialah menjaga pikiran dari kesalahan berpikir, batasan ini mengeluarkan selain kesalahan berpikir. Jadi ilmu mantik ini berfungsi untuk menjaga pikiran agar tidak sesat pikir. Namun bukan berarti orang yang tahu mantik tidak salah pikir sama sekali, sebab mantik akan berfungsi jika dipraktekkan dalam berpikir sehari-hari. Secara singkat ilmu mantiq adalah ilmu yang membahas tatacara berpikir benar.

Kedua, objek kajian. Ilmu mantiq memiliki dua objek kajian besar, yaitu taṣawwur dan taṣdīq. Taṣawwur adalah gambaran tentang suatu konsep, sedangkan taṣdīq adalah penisbatan satu konsep ke konsep lain. Contoh taṣawwur misalnya kata demokrasi. Sebelum menghukumi kata demokrasi dengan atribut tertentu, anda perlu memiliki gambaran tentang konsep demokrasi. Jika anda menyatakan demokrasi lebih baik dari monarki, maka anda harus tahu terlebih dahulu konsep demokrasi, lebih baik itu apa, dan konsep monarki itu apa. Penisbatan satu konsep ke konsep lain itulah yang dinakan taṣdīq. Pembahasan ini akan diuraikan lebih jauh dalam pembahasan-pembahasan ilmu mantik mendatang.

Ketiga, kegunaan mempelajari ilmu mantik. Ilmu ini berfungsi untuk menertibkan pikiran agar tidak terjerumus pada kesalahan berpikir. Ilmu ini juga membuat seseorang lebih kritis terhadap informasi yang dia terima. Tidak hanya itu, orang yang menguasai ilmu mantik bisa menganalisis pola berpikir lawan bicaranya. Bagaimana lawan bicaranya menyimpulkan pikirannya dan bagaimana pola penalaran lawan bicara itu. Bahkan orang yang paham mantik dan mengejawantahkannya dalam berpikir sehari-hari bisa memprediksi respon yang akan dilontarkan lawan bicara jika dia menyatakan pernyataan A atau pernyataan B misalnya. Dengan ilmu ini, seseorang bisa lebih kritis lagi, tidak gampang menyalahkan orang, dan relatif terhindar dari sesat pikir.

Keempat, kelebihan ilmu mantik. Kelebihan ilmu ini ialah masuk ke semua bidang ilmu yang bersifat rasional. Selama di sana ada konsep dan penghubungan antar konsep, maka mantik masuk di situ. Misalnya kita belajar hadis. Ilmu hadis juga memiliki taṣawwur-taṣawwur dan taṣdīq-taṣdīq di dalamnya. Apa konsep hadis ḍa‘īf, hadis ḥasan, dan ṣaḥīḥ? Apa hubungan makna antara hadis ḍa‘īf, hadis mu‘allal, hadis mu‘ḍal, hadis mu‘allaq, hadis munqaṭi', dan seterusnya. Contoh-contoh ini masuk dalam taṣawwur. Atau misalkan pernyataan hadis sahih wajib diamalkan, sedangkan hadis ḍa‘īf tidak bisa diamalkan, ini contoh taṣdīq dalam ilmu hadis. Kasus serupa juga bisa ditemukan dalam ilmu tafsir, ilmu politik dan berbagai ilmu yang lain. Intinya kelebihan mantiq ialah masuk di segala lini ilmu selama itu ilmu yang berbasis pada rasio.

Kelima, kaitan dengan ilmu yang lain. Hubungannya dengan ilmu yang lain, ilmu ini lebih sebagai timbangan. Makanya Imam al-Ghazālī (w. 505 H.) menamai ilmu ini dengan Mi‘yār al-‘Ilm atau standar ilmu pengatahun. Peran ilmu ini bagi ilmu lain sebagai pedoman umum yang menjadi acuan dasar.

Keenam, peletak dasar. Para ahli logika berbeda pendapat mengenai peletak dasar ilmu mantiq, namun dari berbagai pandangan itu, penulis menganut pandangan yang menyatakan bahwa Aristoteleslah orang yang pantas menyandang peletak dasar ilmu mantik dengan buku besar yang bertajuk Organon

Ketujuh, nama ilmu yang dikaji. Ilmu ini bernama ilmu mantiq. Kata manṭiq merupakan maṣdar dari kata kerja naṭaqa yanṭiqu yang artinya berbicara. Ilmu mantiq disebut juga ‘ilm al-mīzān dan Mi‘yār al-‘Ilm  semisal Imam al-Ghazālī (w. 505 H.).

Kedelapan, sumber pengambilan mantiq. Muhammad Nuruddin dalam bukunya Ilmu Mantik menyatakan bahwa ilmu ini tidak mengambil dari al-Quran maupun hadis. ilmu ini bersumber dari akal murni. Akal manusia normal ternyata menyepakati beberapa hukum logika dasar semisal sesuatu yang bertentangan tidak akan bersama-sama. Sesuatu tidak akan salah dan benar sekaligus. Contoh-contoh semacam ini disepakati oleh orang yang akalnya normal.

Namun demikian, lagi-lagi Imam al-Ghazālī (w. 505 H.) membuktikan bahwa logika atau mantik sebetulnya sudah ada dalam al-Quran. Dalam kitab yang bertajuk Qisṭās al-Mustaqīm beliau berusaha membuktikan hal itu. Contohnya silogisme hipotetis dalam al-Quran surah al-Anbiyā’ ayat  ke-22
لَوْ كانَ فِيهِما آلِهَةٌ إِلاَّ اللَّهُ لَفَسَدَتا فَسُبْحانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ.
Jika di langit dan bumi ada tuhan selain Allah, niscaya keduanya akan rusak. Maka Maha Suci Allah dari sifat yang mereka nisbahkan kepada-Nya

Dalam contoh ini ada hubungan antara anteseden dan konsekwen. Antesedennya adalah “Jika di langit dan bumi ada tuhan selain Allah”, sedangkan konsekwennya adalah “niscaya keduanya akan rusak.” Rusaknya bumi berkaitan erat dengan adanya dua tuhan. Jika tuhan ada dua, maka bumi rusak. Ternyata bumi tidak rusak, maka dua tuhan itu tidak ada. Yang ada adalah tuhan yang Maha Esa. Penelarannya demikian sebagaimana diutarakan al-Ghazālī. Pembahasan ini akan dijabarkan lebih lanjut pada kajian-kajian berikutnya, insyallah.

Kesembilan, hukum mempelajari ilmu mantiq. Para cendekiawan berbeda pandangan mengenai hukum mempelajari mantiq. Ada yang mengharamkan. Ulama yang terkenal mengharamkan adalah Imam al-Nawawī dan Ibn al-Ṣalāḥ, ulama hadis yang tersohor di masanya. Ada yang membolehkan bagi kalangan tertentu saja, kalangan yang sudah kuat imannya dan punya dasar keilmuan yang kuat. Lalu ada yang menganjurkan bahkan mewajibkannya, semisal Imam al-Ghazālī (w. 505 H.), Fakhruddin al-Rāzī, dan Tājuddin al-Subkī. Namun sebagai catatan tambahan, pengharaman itu hanya ditujukan pada mantiq yang tercampur dengan pemikiran filosof-filosof yang menyimpang. Adapun mantiq yang sekarang, yang sudah difilter dari pemikiran-pemikiran itu, maka boleh-boleh saja mempelajarinya, bahkan ini dianjurkan.

Kesepuluh, masalah-masalah yang dikaji. Secara garis besar, pembahasan yang menjadi pokok dalam ilmu ini ialah taṣawwur dan taṣdīq. Taṣawwur ini sendiri memiliki pembahasan yang beragam semisal dalālah (signifikasi), lafal atau kata, kulliyyatul khamsah, definisi, divisi (qismah), relasi makna, dan lain-lain. Sedangkan taṣdīq juga mengandung beberapa pembahasan, antara lain: proposisi (qaḍiyyah), kontradiksi (tanāquḍ), konversi (‘aks), generalisasi (istiqrā’), silogisme (qiyās), analogi, (tamtsīl), dan lain-lain. Itulah gambaran singkat pembahasan dalam ilmu mantiq.

Saat penulis selesai menjelaskan sepuluh dasar ini, dimulailah forum diskusi dalam kajian Malam Jumat itu. Abdur Rosyid, peserta yang masih MABA mengajukan pertanyaan tentang pemahaman konsep khamar dan rokok perspektif KH Sinwan Adra’i. Mengapa hukum keduanya sama, padahal secara definisi keduanya berbeda? Pertanyaan ini sudah meloncat ke depan sebetulnya, tapi tidak apa-apa, malah ini bagus. Penulis memang menuturkan di sela-sela kajian ini bahwa konsep yang kita bahas itu harus jelas. Misalnya kita membahas PMII STIUDA maju, maka perjelaslah PMII STIUDA itu apa, dan maju itu apa. Konsep per konsepnya harus jelas, jangan seenaknya membuat gambaran tentang suatu konsep.

Menanggapi pertanyaan itu, saya ketengahkan relasi makna dalam mantiq. Ilmu mantiq membagi relasi antar makna menjadi beberapa bagian (qismah), semisal umūm-khuṣūṣ muṭlaq, umūm-khuṣūṣ min wajh, dan mutabāyin. Maksud dari umūm-khuṣūṣ muṭlaq ialah hubungan yang umum khusus antara dua konsep yang dihadapkan.
Contohnya seperti Pakong dan Bangkalan atau Madura dan Indonesia. Madura pasti Indonesia, namun Indonesia belum tentu Madura lantaran masih banyak daerah selain Madura yang masih masuk dalam konsep Indonesia. Begitupun hubungan antara khamar dan rokok. Khamar lebih umum dari pada rokok. Rokok pasti khamar, sedangkan khamar belum tentu rokok. Rokok masih termasuk dalam konsep khamar, sebagaimana Madura masih masuk dalam konsep Indonesia. Jadi Kiai Sinwan menggunakan pola relasi umūm-khuṣūṣ muṭlaq, sedangkan Abdur Rosyid yang saya sebutkan tadi menggunakan hubungan mutabāyin, antara dua konsep itu berbeda dan tidak memiliki hubungan makna.

Lalu untuk contoh umūm-khuṣūṣ min wajh semisal mobil dan putih. Kedua konsep ini jelas berbeda. Putih bukan mobil dan mobil bukan putih, namun keduanya bisa bersama, adakalanya ada monil yang berwarna putih. Berkaitan dengan pola hubungan ini, dapat dianalisis pembagian amalan agama dan budaya menurut Kiai Sinwan. Menurut beliau amalan itu ada yang memang syariat murni, ada yang budaya murni dan ada yang campuran. Contoh ini sama dengan hubungan konsep baju dan putih. Pembahasan ini sebetulnya sudah melompat dari kajian tentang sepuluh pengetahuan dasar tentang mantik di atas. 

Itulah sekelumit pembahasan mengenai sepuluh dasar yang harus diketahui bagi orang yang mempelajari suatu ilmu. sepuluh poin itu penting agar orang yang mencari ilmu tidak ngalor ngidul dalam mengkaji ilmu tertentu. Dengan demikian, sebagai penutup tulisan ini, penulis menyadur pernyataan Imam al-Ghazālī (w. 505 H.) dalam al-Mustaṣfā Min ‘Ilm al-Uṣūl,
من لا معرفة له بالمنطق فلا ثقة له في علمه
Barang siapa sama sekali tidak mengetahui ilmu mantiq, maka ilmunya tidak bisa dipercaya.


Oleh: M. Inul Rizkiy (Kader PMII STIUDA Bangkalan)

Editor: Redaksi 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MABĀDI’ AL-`ASHRAH ILMU MANTIQ: SEPULUH PENGETAHUAN DASAR TENTANG ILMU MANTIQ" 1 Response to "MABĀDI’ AL-`ASHRAH ILMU MANTIQ: SEPULUH PENGETAHUAN DASAR TENTANG ILMU MANTIQ"

Posting Komentar

Tag Terpopuler